BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu sendi utama dalam
demokrasi yaitu Kesetaraan Gender karena menjamin bebasnya untuk berpeluang dan
mengakses bagi seluruh elemen masyarakat. Gagalnya dalam mencapai cita – cita
demokrasi, seringkali dipicu oleh ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender.
Ketidaksetaraan ini dapat berupa diskriminatif yang dilakukan oleh mereka yang
dominan baik secara structural maupun cultural. Perlakuan diskriminatif dan
ketidaksetaraan dapat menimbulkan kerugian dan menurunkan kesejahteraan hidup
bagi pihak-pihak yang termarginalisasi dan tersubordinasi.
Sampai saat ini diskriminasi berbasis pada gender masih terasakan hampir di
seluruh dunia, termasuk di negara di mana demokrasi telah dianggap tercapai.
Dalam konteks ini, kaum perempuan yang paling berpotensi mendapatkan perlakuan
yang diskriminatif, meski tidak menutup kemungkinan laki-laki juga dapat
mengalaminya.
Hak untuk hidup secara terhormat, bebas dari rasa
ketakutan dan bebas menentukan pilihan hidup tidak hanya diperuntukan bagi para
laki-laki, perempuan pun mempunyai hak yang sama pada hakikatnya. Sayangnya
sampai saat ini, perempuan seringkali dianggap lemah dan hanya
menjadi sosok pelengkap. Terlebih lagi adanya pola berpikir bahwa
peran perempuan hanya sebatas bekerja didapur, sumur, mengurus keluarga
dan anak, sehingga pada akhirnya hal di luar itu menjadi tidak
penting.
Pembakuan peran dalam suatu masyarakat merupakan kendala yang paling utama
dalam proses perubahan sosial. Sejauh menyangkut persoalan gender di mana
secara global kaum perempuan yang lebih berpotensi merasakan dampak negatifnya.
Sosok perempuan yang berprestasi
dan bisa menyeimbangkan antara keluarga dan karir menjadi sangat langka ditemukan. Perempuan seringkali
takut untuk berkarir karena tuntutan perannya sebagai ibu rumah tangga. Data
yang ada menunjukkan bahwa perempuan secara konsisten berada pada posisi yang
lebih dirugikan daripada laki-laki.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari kesetaraan Gender?
2. Bagaimana wujud kesetaraan gender
di Indonesia?
3.
Bagaimana
wujud kesetaraan
gender terhadap “Istri ber- Karir “
4.
Bagaimana
dampak dari kesetaraan gender terhadap “Istri ber- Karir “
5.
Bagaimana
solusi menyikapi kesetaraan gender terhadap ‘Istri ber- Karir ‘
1.3 Tujuan
1.
Mengetahui
pengertian
dari kesetaraan Gender
2.
Mengetahui
wujud
kesetaraan gender di Indonesia
3.
Mengetahui
wujud kesetaraan
gender terhadap “Istri ber- Karir “
4.
Mengetahui
dampak dari kesetaraan gender terhadap “Istri ber- Karir “
5.
Mengetahui
solusi menyikapi kesetaraan gender terhadap“Istri ber- Karir “
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kesetaraan Gender
Dalam memahami kajian kesetaraan
gender, seseorang harus mengetahui terlebih dahulu perbedaan antara gender
dengan seks ( jenis kelamin ). Kurangnya pemahaman tentang pengertian Gender
menjadi salah satu penyebab dalam pertentangan menerima suatu analisis gender
di suatu persoalan ketidak adilan sosial.
Gender
sendiri diambil dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin secara sosial
budaya dan psikologis. Berbeda dengan istilah sex, yakni jenis kelamin secara
kodrat. Gender dapat ditukar atau diubah sesuai dengan peran dan statusnya di
dalam masyarakat, sedangkan sex tidak bisa karena itu merupakan pemberian
Tuhan.
”. Kesetaraan Gender merupakan
kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta
hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam
kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan
keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan
tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan
ketidakadilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan.
kesetaraan gender memiliki kaitan
dengan keadilan gender. keadilan gender merupakan suatu proses dan perlakuan
adil terhadap laki – laki dan perempuan. terwujudnya kesetaraan dan keadilan
gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi baik terhadap laki – laki
maupun perempuan. sehingga denga hal ini setiap orang memiliki akses,
kesempatan berpartisipasi, dan control atas pembangunan serta memperoleh
manfaat yang setara dan adil dari pembangunan tersebut.
Memiliki akses di atas mempunyai
tafsiran yaitu setiap orang mempunyai peluang / kesempatan dalam memperoleh
akses yang adil dan setara terhadap sumber daya dan memiliki wewenang untuk
mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut.
Memiliki partisipasi berarti mempunyai kesempatan untuk berkreasi / ikut andil
dalam pembangunan nasional. Sedangkan memiliki kontrol berarti memiliki kewenangan
untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumber daya. Sehingga
memperoleh manfaat yang sama dari pembangunan.
2.2 wujud
kesetaraan gender di Indonesia
Perbedaan gender terkadang dapat
menimbulkan suatu ketidakadilan terhadap kaum laki – laki dan terutama kaum
perempuan. Ketidakadilan gender dapat termanifestasi dalam berbagai bentuk
ketidakadilan, yakni :
a. Marginalisasi
Perempuan
Salah satu bentuk ketidakadilan
terhadap gender yaitu marginalisasi perempuan. Marginalisasi perempuan (
penyingkiran / pemiskinan ) kerap terjadi di lingkungan sekitar. Nampak
contohnya yaitu banyak pekerja perempuan yang tersingkir dan menjadi miskin
akibat dari program pembangunan seperti internsifikasi pertanian yang hanya
memfokuskan petani laki-laki. Perempuan dipinggirkan dari berbagai jenis
kegiatan pertanian dan industri yang lebih memerlukan keterampilan yang
biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki, dan perkembangan teknologi telah
menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara manual oleh perempuan diambil
alih oleh mesin yang umumnya dikerjakan oleh tenaga laki-laki. Dengan hal ini
banyak sekali kaum pria yang beranggapan bahwa perempuan hanya mempunyai tugas
di sekitar rumah saja.
b. Subordinasi
Selain Marginalisasi, terdapat
juga bentuk keadilan yang berupa subordinasi. Subordinasi memiliki pengertian
yaitu keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau
lebih utama dibandingkan jenis kelamin lainnya. Sudah sejak dahulu terdapat
pandanganyang menempatkan kedudukan dan peran perempuan yang lebih rendah dari
laki – laki. Salah satu contohnya yaitu perempuan di anggap makhluk yang
lemah, sehingga sering sekali kaum adam bersikap seolah – olah berkuasa (wanita
tidak mampu mengalahkan kehebatan laki – laki). Kadang kala kaum pria
beranggapan bahwa ruang lingkup pekerjaan kaum wanita hanyalah disekitar rumah.
Dengan pandangan seperti itu, maka sama halnya dengan tidak memberikan kaum
perempuan untuk mengapresiasikan pikirannya di luar rumah.
c. Pandangan stereotype
Setereotype dimaksud adalah citra
baku tentang individu atau kelompok yang tidak sesuai dengan kenyataan empiris
yang ada. Pelabelan negatif secara umum selalu melahirkan ketidakadilan. Salah satu
stereotipe yang berkembang berdasarkan pengertian gender, yakni terjadi
terhadap salah satu jenis kelamin, (perempuan), Hal ini mengakibatkan
terjadinya diskriminasi dan berbagai ketidakadilan yang merugikan kaum
perempuan. Misalnya pandangan terhadap perempuan yang tugas dan fungsinya hanya
melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan domistik atau
kerumahtanggaan. Hal ini tidak hanya terjadi dalam lingkup rumah tangga tetapi
juga terjadi di tempat kerja dan masyaraklat, bahkan di tingkat pemerintah dan
negara.
Apabila seorang laki-laki marah,
ia dianggap tegas, tetapi bila perempuan marah atau tersinggung dianggap
emosional dan tidak dapat menahan diri. Standar nilai terhadap perilaku
perempuan dan laki-laki berbeda, namun standar nilai tersebut banyak menghakimi
dan merugikan perempuan. Label kaum perempuan sebagai “ibu rumah tangga”
merugikan, jika hendak aktif dalam “kegiatan laki-laki” seperti berpolitik,
bisnis atau birokrat. Sementara label laki-laki sebagai pencari nafkah utama,
(breadwinner) mengakibatkan apa saja yang dihasilkan oleh perempuan dianggap
sebagai sambilan atau tambahan dan cenderung tidak diperhitungkan.
d. Beban Ganda
Bentuk lain dari diskriminasi dan
ketidakadilan gender adalah beban ganda yang harus dilakukan oleh salah satu
jenis kalamin tertentu secara berlebihan. Dalam suatu rumah tangga pada umumnya
beberapa jenis kegiatan dilakukan laki-laki, dan beberapa dilakukan oleh
perempuan. Berbagai observasi, menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90%
dari pekerjaan dalam rumah tangga. Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain bekerja
di tempat kerja juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Dalam
proses pembangunan, kenyataannya perempuan sebagai sumber daya insani masih
mendapat pembedan perlakuan, terutama bila bergerak dalam bidang publik.
Dirasakan banyak ketimpangan, meskipun ada juga ketimpangan yang dialami kaum
laki-laki di satu sisi.
2.3 wujud kesetaraan
gender terhadap “Istri ber- Karir “
mengenai
kesetaraan gender diantara wanita dan pria, tentunya
bermanfaat bagi para wanita dalam mengeksplor kualitas dan kuantitas
pengembangan dirinya sebagai seorang
wanita. Jika dahulu wanita tidak bisa mengenyam
pendidikan , akan berbeda saat ini, wanita disetarakan dengan laki-laki untuk
memperoleh pendidikan setinggi-tingginya. Hal tersebut tentunya merubah
phenomena yang ada sehingga dapat kita saksikan perbedaanya dengan membuat
perbandingan mengenai
peran seorang wanita.
Dahulu
wanita selalu didedikasikan sebagai wanita yang bertugas dirumah, mengasuh, melayani suami, mengurusi rumah tangga
dengan kata lain sebagai Ibu rumah tangga. berbeda dengan sekarang wanita mampu menyetarakan dengan pria, mampu merintis
karir dengan setinggi-tingginya. Peran yang dahulu menjadi ciri khas perempuan
dapat digantikan
dengan pembantu rumah tangga, bahkan dapat
digantikan oleh suami untuk mengerjakan pekerjaan rumah, disini terjadinya
pertukaran fungsi keluarga yaitu istri mencari nafkah sedangkan suami mengurusi
pekerjaan rumah. kesempurnaan seorang wanita saat
ini lebih didedikaskan melalu “karir” wanita sukses adalah karir yang sukses.
2.4
Dampak kesetaraan gender terhadap “Istri ber- Karir “
Kesetaraan gender menjadi
sebuah perubahan sosial karena telah mengubah struktur sosial dalam masyarakat.
Yang dulunya terkotak-kotak antara wanita dan pria, kini menjadi bebas terbatas
sesuai peran dan statusnya dalam masyarakat.
Kesetaraan gender memberi
dampak positif yakni mengembangkan kreatifitas, bakat dan kemampuan wanita.
Namun ada juga dampak
negatif yang muncul akibat tuntutan kesetaraan gender. Kaum perempuan yang menyalahgunakan
arti emansipasi wanita dan kesetaraan gender, akan menuntut kesamaan hal yang secara kodrat sebenarnya
tidak bisa dipertukarkan. Misalnya dalam berumahtangga. Wanita kodratnya
menjadi “pelayan” dalam rumah tangga, sedangkan pria sebagai kepala keluarga.
Akibat persepsi yang salah terhadap kesetaraan gender, si wanita jadi “durhaka”
terhadap suaminya. Mungkin karena si wanita yang bekerja sedangkan si pria
tidak, atau mungkin gaji si wanita lebih tinggi daripada si pria, sehingga si
wanita ini merasa lebih dominan karena yang memegang kendali perekonomian
keluarga sehingga ia tidak bisa menghargai apa yang diperintahkan suaminya
sebagai kepala keluarga. Dampak inilah yang banyak terjadi di masyarakat
sekarang ini. Sehingga memunculkan istilah baru, ‘Suami-suami Takut Istri’
2.5 Bagaimana
solusi menyikapi kesetaraan gender terhadap “Istri ber- Karir “
·
Melihat adanya dampak
negatif dari upaya kesetaraan gender, solusi utama untuk menyelesaikan masalah
tersebut adalah menegaskan kembali apa yang dimaksud emansipasi wanita,
kesetaraan gender, dan juga perlunya kesadaran kapan dimana dan bagaimana
emansipasi wanita digunakan tanpa melupakan kodrat wanita. Perlu adanya
pendidikan pada perempuan tentang emansipasi wanita supaya perempuan-perempuan
generasi penerus tidak salah menempatkan emansipasi wanitanya. Selain dari
pendidikan, adanya kesadaran pribadi masing-masing tentang kodratnya juga
perlu. Bahwa dalam berumah tangga, istri haruslah berbakti pada suaminya selama
suaminya tersebut tidak melakukan hal yang tercela
Emansipasi memang bagus bagi kehidupan wanita, tapi tidak
semena-mena dalam penggunaannya dan melupakan kodrat wanita. Dengan emansipasi,
wanita bebas berekspresi, mempunyai kesempatan yang sama secara sosial, tetapi
tidak dengan begitu bisa secara brutal melakukan apa yang ia mau dengan dalih
emansipasi wanita. Wanita tetap wanita. Emansipasi hanyalah sarana bagi wanita
untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik dan layak.
·
Kesempatan kesetaraan gender tersebut bukan berarti harus menaggalkan kodrat kita sebagai seorang wanita seorang ibu,
karir di status sisoal setinggi apapun itu,kehebatan kita teretak bagaimana
kita mampu menjadi
seorang wanita yang baik
dimata rumah tangga. Karir yang
menjulang tinggi adalah hanya penunjangnya
.
Pria
dan wanita selamanya akan berbeda, mereka 2 hal yang bisa saling melengkapi
dari kekurangan dan kelebihan masing-masing peran dan fungsinya. Kesetaraan
Gender adalah kesempatan untuk membuktikan bahwa kita bisa menajadi wanita
hebat didalam sebuah keluarga melalui peluang dan kesempatan meraih wawasan
yang lebih luas dan berkembang dengan menjadi seorang ibu yang hebat yang menumbuhkan anak-anak yang berkualitas.
BAB III
PENUTUP
Tapi
hal tersebut bukan menjadi alasan kita bahwa kita mendedikasikan diri kita
sebagai wanita perkasa walau tanpa pria. Gender memang pembeda anatara wanita
dan pria, feminitas dan maskulin menjadi cirri khasnya, kedagender tersebut memilki masing-masing peran
dan fungsinya, terkadang memang status social dan budaya menjadikanya
perenggakan dan ketidakdilan terhadap kaum wanita. Tapi bukan berarti
dengan adanya kesetaraan gender ini merubah peran kita sebagai wanita